Bila
anda berminat menurunkan atau menaikkan berat badan anda secara sehat, mudah,
dan tanpa efek samping, klik disini
Prinsip hukum Islam
dibuat untuk menentukan criteria halal dan haram. Prinsip tersebut ditetapkan
berdasarkan sudut pandang yang benar. Aturan yang terkait dengan masalah halal
dan haram dibuat sebagai prinsip dasar keadilan.
Adapun prinsip-prinsip
hukum Islam terkait halal dan haram adalah sebagai berikut;
- Pada dasarnya semua hal itu diperbolehkan
- Menghalalkan dan mengharamkan sesuatu hanyalah milik Allah
- Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan perbuatan syirik
- Larangan atas sesuatu dikarenakan keburukan dan bahayanya
- Yang halal mencukupi, yang haram tidak berguna
- Apapun yang menyebabkan kepada yang haram, termasuk haram
- Menyiasati yang haram, hukumnya haram
- Niat baik tidak dapat membatalkan yang haram
- Hal yang meragukan harus dijauhi
- Hal yang haram dilarang bagi semua manusia tanpa kecuali
- Hal yang haram diperbolehkan dalam keadaan darurat
- Pada dasarnya semua hal itu diperbolehkan
Dalam
Islam, pada dasarnya semua hal dan manfaat yang Allah ciptakan untuk
kepentingan manusia, semuanya dibolehkan. Tidak ada yang haram kecuali apa yang
Allah larang dalam nash (al-Qur’an dan as-Sunnah) secara logis dan eksplisit.
Jika nash tidak logis, misalnya dalam hadist dhaif (lemah) atau tidak jelas
dalam menyatakan larangan, maka yang berlaku adalah prinsip pembolehan. Adapun
dalil-dalil dasar pembolehan adalah sebagai berikut;
“Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu............... “ (QS. 2:29)
“Dan Dia telah
menundukkan untukmu apa yang dilangit dan apa yang dibumi semuanya” (QS.
45:13),
“Tidakkah kamu
perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang
di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan
batin” (QS. 31:20)
Dalam
Islam, hal yang dilarang sedikit sementara yang dibolehkan sangat banyak. Hanya
sedikit ayat yang disebutkan terkait hal yang dilarang. Sementara ayat yang
tidak disebutkan dalam nash sebagai
larangan termasuk ke dalam hal yang diperbolehkan sebagai bentuk kasih sayang
Allah.
Salman
al-Farisi meriwayatkan bahwa ketika Rosulullah Saw ditanya mengenai lemak
binatang, keju, dan bulu binatang beliau menjawab;
“Yang halal adalah apa
yang Allah halalkan dalam kitab-Nya dan yang haram adalah apa yang Allah
larang. Dan termasuk apabila Dia diam berarti dibolehkan sebagai bentuk kasih
saying-Nya,” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Prinsip
dasar pembolehan tidak hanya terbatas pada hal benda, tapi termasuk seluruh
kegiatan dan tingkah laku manusia yang tidak berhubungan dengan ibadah. Prinsip ini berarti bahwa semuanya dibolehkan
tanpa batasan tetapi dengan pengecualian.
Dalam
hal ibadah kasusnya berbeda, karena bentuk ibadah murni menyangkut agama hanya
dapat dilakukan berdasarkan perintah Allah Swt.
Rosulullah Saw. Bersabda:
“Barangsiapa yang
mengada-adakan sesuatu dalam urusan kami, yang tidak kami perintah atasnya,
maka hal itu ditolak.” (HR. Muttafaqun ‘alaih).
Siapapun
yang menciptakan ibadah atas dasar pemahamannya sendiri telah jauh tersesat dan
harus ditolak. Karena hanya Allah-lah yang berhak menetapkan semua bentuk
ibadah agar manusia menjadi dekat dengan-Nya.
Ibnu
Taimiyah mengatakan ; “Perkataan dan tindakan orang itu ada dua macam; ibadah
yang diajarkan oleh agama dan kebiasaan yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari.”
Ahmad
bin Hanbal menyatakan; “Dalam masalah ibadah, prinsip yang berlaku adalah
pembatasan.” Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada yang diwajibkan dalam
ibadah kecuali apa-apa yang telah Allah perintahkan.
-bersambung-
Diambil
dari buku Halal dan Haram karya Syekh Yusuf Qaradhawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar